Kenneth Burke dengan hati-hati menganalisis bahasa yang digunakan oleh pembawa pidato dan author sehingga dia dapat memahami motivasi di balik pesan mereka. Dramatism adalah sebuah teknik analisis bahasa dan pemikiran yang pada dasarnya adalah mode aksi sebagai sarana penyampaian informasi.
THE DRAMATISTIC PENTAD: SEBUAH LENSA UNTUK MENAFSIRKAN TINDAKAN VERBAL
Dramatistic Pentad dari Burke ini metode paling dikenal untuk mencari tau motif di balik pesan. Alat kritik dapat dibedakan sebagai motif seorang pembicara atau penulis dengan melabeli lima elemen kunci dari drama manusia: akting (act), adegan (scene), agen (agent), agensi (agency), dan tujuan (purpose).
God-Term. Burke percaya kata yang di gunakan pembawa pidato semua kata positifnya harus berguna. Pilihan kritik label untuk lima kategori harus dibatasi oleh bahasa yang sebenarnya dipilih.
Devil-Term. istilah yang merangkum semua pembicara yang menganggapnya sebagai buruk, salah atau jahat.
Philosophical Assumptions. lebih dari teori apapun, Burke menarik ratusan koneksi antara ide teoretisnya dan berbagai literatur, sejarah, politik, sosiologi, filsafat, dan agama. ketika sebuah pesan salah satu dari lima istilah mengorbankan empat dari lainnya, kritikus berasumsi secara sadar atau tidak sadar, pembicara berbagi bahasa dan asumsi dari filosofi yang sesuai.
- Act. untuk mengilustrasikan apa yang telah dilakukan.
- Scene. public speaking yang menekankan pengaturan dan keadaan, merendahkan, kehendak bebas, dan mencerminkan situasi sikap determinisme.
- Agent. suatu pesan akan terisi dengan referensi untuk diri sendiri, pikiran, semangat, dan tanggung jawab pribadi.
- Agency. deskripsi panjang tentang metode atau teknik mencerminkan "get-the-job-done" yang muncul dari pikiran pembicara pragmatisme.
- Purpose. diskusi tentang tujuan pesan untuk menunjukkan keinginan yang kuat dari pihak pembicara untuk kesatuan atau makna tertinggi dalam kehidupan, yang merupakan keprihatinan umum mistisisme.
- Ratio. kepentingan relatif dari dua istilah "pentad" yang sebagaimana ditentukan oleh hubungan mereka. Burke melakukan ini melihat dari ratio atau hubungan antara dua istilah "pentadic". contohnya, jika pembicara menempatkan tekanan yang sama pada kedua sisi rasio agen-tindakan ketika menceritakan kisah seorang perempuan, kita dapat menyimpulkan bahwa apa yang dia lakukan sudah konsisten dengan karakternya.
BAHASA SEBAGAI ASAL MUASAL RASA BERSALAH
Burke menggunakan kata guilt sebagai istilah catchcall untuk menutupi setiap bentuk ketegangan, kecemasan, rasa malu, jijik, dan perasaan berbahaya lainnya yang ia yakini melekat dalam setiap aktivitas yang menggunakan simbol manusia. Frase terakhir, "Rotten with Perfection" sebuah contoh sebutan Burke perspective by incongruity yaitu menarik perhatian kebenaran dengan menghubungkan dua istilah disonan atau discrepant.
THE GUILT-REDEMPTION CYCLE: MOTIF UNIVERSAL UNTUK RETORIKA
Burke berkata bahwa pembawa pidato (speaker) atau penulis (author) mempunyai dua kemungkinan cara untuk menghilangkan rasa bersalah. Deskripsi secara teologis sebagai mortification, yaitu mengaku bersalah dan meminta pengampunan. Karena jauh lebih mudah bagi orang-orang untuk menyalahkan masalah mereka pada orang lain, Burke menyarankan kita untuk mencari tanda-tanda korban (victimage) dalam setiap tindakan retoris. Victimization adalah proses penamaan musuh eksternal sebagai sumber semua penyakit pribadi atau publik: mengambinghitamkan.
IDENTIFICATION: TANPANYA, TIDAK ADA PERSUASI
Identifikasi adalah landasan bersama yang ada antara pembicara dan audiens. Burke berkata bahwa identifikasi bekerja dengan dua cara. Adaptasi audiens tidak hanya memberikan kesempatan bagi penginjil untuk mempengaruhi penonton, tetapi juga membantu pengkhotbah untuk masuk ke dalam arus budaya. Tapi identifikasi kedua arah tidak akan pernah lengkap. Tapi, tanpa identifikasi tidak akan ada persuasi.
RHETORICAL CRITIQUE USING DRAMATISTIC INSIGHT
banyak kritikus retoris dalam komunikasi telah mengadopsi teknik kritik sastra Burke untuk menginformasikan pemahaman mereka tentang peristiwa publik tertentu.
Malcom X, "The Ballot or the Bullet"
Martin Lutner King Jr., Malcom X adalah salah satu pembawa pidato paling berpengaruh pada tahun 1960-an. Dengan melihat retorika publik sebagai upaya untuk membangun tatanan sosial tertentu, Kenneth Burke membantu mengungkapkan kekuatan "The Ballot of the Bullet". Malcolm menggambarkan Amerika sebagai sebuah bangsa yang menjanjikan kesetaraan yang penuh, martabat dan kebebasan bagi semua warganya, namun orang Amerika Afrika tidak pernah menerima hak kesulungan mereka. Judul pidato, "The Ballot of the Bullet" mengacu pada pengertian, atau agen, di mana agen-Afrika-Amerika dapat bertindak sebagai warga negara untuk mencapai tujuan kesetaraan, martabat dan kebebasan. Dalam drama kehidupan Afrika-Amerika, "Black Nationalism" berfungsi sebagai god-term yang mewujudkan gerakan semangat. Sebaliknya, "white man" adalah devil-term yang melambangkan semua orang menentang kesetaraan, martabat, dan kebebasan bagi semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar