Rabu, 30 Mei 2018

NARRATIVE PARADIGM Of Walter Fisher

Fisher yakin bahwa semua bentuk komunikasi yang masuk akal, dilihat dari cerita yang dibentuk dari sejarah, budaya, dan karakter. Mungkin beberapa dari kita, mengingatkan kita pada masa lalu, cerita yang sudah kita ceritakan kepada orang lain itulah karakter utama kita. Phatic communication, Fisher menganggap hampir semua jenis komunikasi termasuk cerita. Phatic Communication adalah komunikasi yang ditujukan untuk menjaga hubungan daripada menyampaikan informasi atau mengatakan sesuatu yang baru.

NARRATION AND PARADIGM: MENDEFINISIKAN ISTILAH
Fisher mendefinisikan Narration sebagai "aksi simbolik-kata atau perbuatan yang memiliki konsekuensi dan arti hidup bagi mereka, membangun, atau menginterprstasikan mereka. Paradigm sebuah kerangka konsep; sebuah model universal untuk melihat peristiwa melalui lensa interpretif umum. 

PARADIGM SHIFT: DARI DUNIA RASIONAL KE DUNIA NARATIF
Fisher melihat filosofis dan teknik diskusi sebagai pengetahuan standar. Ia menyebutnya pola pikir Relational-world paradigm yaitu, Pendekatan ilmiah atau filosofis terhadap pengetahuan yang menganggap orang logis, membuat keputusan yang berdasarkan bukti dan alur argumen.  
Fisher beranggapan bahwa relational-world paradigm terlalu terbatas. Dia menyebutnya untuk Conceptual Framework (paradigm shift)  yang baru agar lebuh mengerti komunikasi antar manusia. Narrative Paradigm yang terbuat dari 5 anggapan yang serupa dengan Relational-world Paradigm,

  1. Orang pada dasarnya adalah pendongeng.
  2. Kita membuat keputusan berdasarkan alasan yang baik, tergantung dari situasi komunikasi, media, dan genre (filosofi, teknik, retorik, atau artistic)
  3. Sejarah, biografi, budaya, dan karakter yang menentukan apa yang kita anggap sebagai alasan yang baik.
  4. Rasionalitas naratif adalah yang di tentukan dengan koheren dan kesetiaan dalam cerita kita.
  5. Dunia adalah seperangkat cerita yang kita pilih, dan dengan demikian terus menciptakan kembali, hidup kita.

NARRATIVE RATIONALY: KOHEREN DAN KESETIAAN
Narrative Rasionaly yaitu suatu jalan untuk evaluasi kisah-kisah berharga berdasarkan dua standar dari naratif koheren dan naratif kesetiaan. 

Narrative Coherence: Apakah Cerita Keduanya Menggantung?
Narrative Cohorence konsistensi internal dengan karakter yang bertindak dengan cara yang andal: ceritanya tergantung bersama. Kisah-kisah saling berbenturan ketika kita yakin bahwa narator tidak meninggalkan rincian penting, memalsukan fakta, atau mengabaikan interpretasi yang masuk akal lainnya. Kita sering menilai koherensi naratif dan membandingkannya dengan cerita lain yang pernah didengar yang berhubungan dengan tema yang sama. 

Narrative Fidelity: Apakah Kisahnya Benar dan Manusiawi?
Narrative Fidelity adalah kualitas cerita yang menyebabkan kata-kata untuk menyerang akord yang responsif dalam kehidupan pendengar. Fisher menyarankan ada sebuah Ideal Audience atau masyarakat tetap yang mengidentifikasi nilai-nilai manusiawi yang diwujudkan oleh sebuah kisah yang baik. Ideal Audience adalah sebuah komunitas aktual yang ada dari waktu ke waktu yang percaya pada nilai-nilai kebenaran, baik, keindahan, kesehatan, kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, pengadilan, harmoni, ketertiban, komuni, pertemanan, dan kesatuan dengan kosmos.

DRAMATISM Of Kenneth Burke

Kenneth Burke dengan hati-hati menganalisis bahasa yang digunakan oleh pembawa pidato dan author sehingga dia dapat memahami motivasi di balik pesan mereka. Dramatism adalah sebuah teknik analisis bahasa dan pemikiran yang pada dasarnya adalah mode aksi sebagai sarana penyampaian informasi. 

THE DRAMATISTIC PENTAD: SEBUAH LENSA UNTUK MENAFSIRKAN TINDAKAN VERBAL
Dramatistic Pentad dari Burke ini metode paling dikenal untuk mencari tau motif di balik pesan. Alat kritik dapat dibedakan sebagai motif seorang pembicara atau penulis dengan melabeli lima elemen kunci dari drama manusia: akting (act), adegan (scene), agen (agent), agensi (agency), dan tujuan (purpose).

God-Term. Burke percaya kata yang di gunakan pembawa pidato semua kata positifnya harus berguna. Pilihan kritik label untuk lima kategori harus dibatasi oleh bahasa yang sebenarnya dipilih. 
Devil-Term. istilah yang merangkum semua pembicara yang menganggapnya sebagai buruk, salah atau jahat.
Philosophical Assumptions. lebih dari teori apapun, Burke menarik ratusan koneksi antara ide teoretisnya dan berbagai literatur, sejarah, politik, sosiologi, filsafat, dan agama. ketika sebuah pesan salah satu dari lima istilah mengorbankan empat dari lainnya, kritikus berasumsi secara sadar atau tidak sadar, pembicara berbagi bahasa dan asumsi dari filosofi yang sesuai.

  • Act. untuk mengilustrasikan apa yang telah dilakukan.
  • Scene. public speaking yang menekankan pengaturan dan keadaan, merendahkan, kehendak bebas, dan mencerminkan situasi sikap determinisme.
  • Agent. suatu pesan akan terisi dengan referensi untuk diri sendiri, pikiran, semangat, dan tanggung jawab pribadi.
  • Agency. deskripsi panjang tentang metode atau teknik mencerminkan "get-the-job-done" yang muncul dari pikiran pembicara pragmatisme.
  • Purpose. diskusi tentang tujuan pesan untuk menunjukkan keinginan yang kuat dari pihak pembicara untuk kesatuan atau makna tertinggi dalam kehidupan, yang merupakan keprihatinan umum mistisisme.
  • Ratio. kepentingan relatif dari dua istilah "pentad" yang sebagaimana ditentukan oleh hubungan mereka. Burke melakukan ini melihat dari ratio atau hubungan antara dua istilah "pentadic". contohnya, jika pembicara menempatkan tekanan yang sama pada kedua sisi rasio agen-tindakan ketika menceritakan kisah seorang perempuan, kita dapat menyimpulkan bahwa apa yang dia lakukan sudah konsisten dengan karakternya.

BAHASA SEBAGAI ASAL MUASAL RASA BERSALAH
Burke menggunakan kata guilt sebagai istilah catchcall untuk menutupi setiap bentuk ketegangan, kecemasan, rasa malu, jijik, dan perasaan berbahaya lainnya yang ia yakini melekat dalam setiap aktivitas yang menggunakan simbol manusia. Frase terakhir, "Rotten with Perfection" sebuah contoh sebutan Burke perspective by incongruity yaitu menarik perhatian kebenaran dengan menghubungkan dua istilah disonan atau discrepant.

THE GUILT-REDEMPTION CYCLE: MOTIF UNIVERSAL UNTUK RETORIKA
Burke berkata bahwa pembawa pidato (speaker) atau penulis (author) mempunyai dua kemungkinan cara untuk menghilangkan rasa bersalah. Deskripsi secara teologis sebagai mortification, yaitu mengaku bersalah dan meminta pengampunan. Karena jauh lebih mudah bagi orang-orang untuk menyalahkan masalah mereka pada orang lain, Burke menyarankan kita untuk mencari tanda-tanda korban (victimage) dalam setiap tindakan retoris. Victimization adalah proses penamaan musuh eksternal sebagai sumber semua penyakit pribadi atau publik: mengambinghitamkan.

IDENTIFICATION: TANPANYA, TIDAK ADA PERSUASI
Identifikasi adalah landasan bersama yang ada antara pembicara dan audiens. Burke berkata bahwa identifikasi bekerja dengan dua cara. Adaptasi audiens tidak hanya memberikan kesempatan bagi penginjil untuk mempengaruhi penonton, tetapi juga membantu pengkhotbah untuk masuk ke dalam arus budaya. Tapi identifikasi kedua arah tidak akan pernah lengkap. Tapi, tanpa identifikasi tidak akan ada persuasi.

RHETORICAL CRITIQUE USING DRAMATISTIC INSIGHT
banyak kritikus retoris dalam komunikasi telah mengadopsi teknik kritik sastra Burke untuk menginformasikan pemahaman mereka tentang peristiwa publik tertentu. 

Malcom X, "The Ballot or the Bullet"
Martin Lutner King Jr., Malcom X adalah salah satu pembawa pidato paling berpengaruh pada tahun 1960-an. Dengan melihat retorika publik sebagai upaya untuk membangun tatanan sosial tertentu, Kenneth Burke membantu mengungkapkan kekuatan "The Ballot of the Bullet". Malcolm menggambarkan Amerika sebagai sebuah bangsa yang menjanjikan kesetaraan yang penuh, martabat dan kebebasan bagi semua warganya, namun orang Amerika Afrika tidak pernah menerima hak kesulungan mereka. Judul pidato, "The Ballot of the Bullet" mengacu pada pengertian, atau agen, di mana agen-Afrika-Amerika dapat bertindak sebagai warga negara untuk mencapai tujuan kesetaraan, martabat dan kebebasan. Dalam drama kehidupan Afrika-Amerika, "Black Nationalism" berfungsi sebagai god-term yang mewujudkan gerakan semangat. Sebaliknya, "white man" adalah devil-term yang melambangkan semua orang menentang kesetaraan, martabat, dan kebebasan bagi semua.

Minggu, 27 Mei 2018

THE RHETORIC Of Aristotle

RHETORIC: MEMBUAT PERSUASI MENJADI MUNGKIN
Aristotle melihat fungsi dari rhetoric adalah sebagai penemu dalam setiap kasus tentang sarana persuasi yang ada. Menurut Aristotle, ada 3 klasifikasi situasi pidato berdasarkan cara pandang penonton yaitu, yang pertama Courtroom (forensic) speaking, adalah contoh dari pengadilan retorik yang memusatkan bersalah atau tidak. Kedua, Ceremonial (epideictic) speaking, menumpuk pujian atau menyalahkan yang lain untuk kepentingan penonton. Ketiga, Political (deliberative) speaking, mencoba untuk mempengaruhi legislator atau pemilih yang memutuskan kebijakan di masa depan. Aristotle juga mengklasifikasikan retorik sebagai rekan dari dialectic. Dialectic adalah pencari kebenaran: retorik mencoba untuk mendemonstrasikan kebenaran yang telah di temukan. Dialistic setuju dengan kepastian: Dialistic setuju dengan adanya kemungkinan. Menurut Aristotle perbedaan terakhir ini sangat penting, retorik adalah seni menemukan cara untuk membuat suatu kebenaran terlihat lebih memungkinkan, untuk penonton yang tidak sepenuhnya yakin.

RHETORICAL PROOF: LOGOS, ETHOS, PATHOS
Menurut Aristotle, persuasi yang ada bisa jadi artistic or inartistic. Artistic adalah bukti internal yang mengandung logis, etis atau daya tarik emosional. Inartistic adalah bukti eksternal pembicara yang tidak membangun. Ada tiga jenis dari Artistic Proof: 
1. Logical (logos): Bukti logis yang berasal dari argumen dalam pidato.
2. Ethos (etis): Datang dari karakter pembicara terlihat melalui pesan.
3. Pathos (emotional): Bukti emosional, berasal dari persaan pembawa pidato untuk menarik para pendengar.

Pada tahun 2000, Sarjana Amerika memilih Martin Luther King Jr.'s "I Have a Dream" sebagai pidato terbesar abad ke-20. 

Bukti Logis: Baris Argumen yang Masuk Akal 
Aristotle memfokuskan pada dua bentuk dari logos yaitu Ethymeme dan Example. untuk mengilustrasikan, ahli logika mungkin menciptakan silogisme berikut dari salah satu garis pemikiran King:
Mayoritas premis umum: All people are created aqual.
Minoritas spesifik premis: I am a person.
Kesimpulan: I am equal to other people. 

Bukti Etis: Sumber Kredibilitas yang Dirasakan
Menurut Aristotle, Pidato yang dapat dipercaya saja tidak cukup. Seorang pembicara harus terlihat kredible juga. Dalam retorik, mengidentifikasikan ada 3 kualitas yang membangun kredibilitas yang tinggi:
Perceived Intelligence. (kecerdasan yang dapat dirasakan) audiens menilai kecerdasan oleh tumpang tindih antara keyakinan mereka dan ide pembicara.
Virtuous Character. image seorang pembawa pidato sebagai orang yang baik dan jujur.
Goodwill. penilaian positif dari niat pembawa pidato terhadap penonton.

Bukti Emosional: Menyerang Perasaan yang Responsif
Demikian, Aristotle mengemukakan teori Pathos. Phatos adalah bukti emosional yang berasal dari perasaan pembawa pidato untuk menarik para pendengar. Jika nasihat Aristotle terdengar akrab, itu mungkin tanda bahwa sifat manusia tidak banyak berubah dalam 2,300 tahun akhir.
Anger versus Mildness. (kemarahan vs kelembutan)
Love or Friendship versus Hatred. (Cinta atau Persahabatan vs Kebencian)
Fear versus Confidence. (Ketakutan vs Kepercayaan)
Indignation versus Pity. (Kejengkelan vs Belas Kasihan)
Admiration versus Envy. (Kekaguman vs Iri Hati)

THE FIVE CANONS OF RHETORIC
Para praktisi mensintesiskan kata-katanya ke dalam empat standar yang berbeda untuk mengukur kualitas seorang pembicara.
Invention. untuk menghasilkan enthymeme dan contoh yang efektif, pembawa pidato harus memiliki pengetahuan yang lengkap tentang subjek dan garis umum yang ia sampaikan serta mampu menyampaikan pidatonya dengan alasan umum untuk semua jenis pidato.
Arrangement. Menurut Aristotle, pembawa pidato harus menghindari rencana yang rumit dalam organisasi
Style. Aritotle yakin bahwa metaphor memiliki kebaikan, manis, dan kekuatan.
Delivery. Penonton menolak cara penyampaian yang terlihat direncanakan atau dipentaskan.
Memory. Sebagai seorang pembawa pidato yang baik harus bisa membawakan pidato tanpa teks dan harus mengeksplorasi segala informasi yang ia simpan di dalam kepalanya

Contoh Jurnal:
ANALISIS RETORIKA PADA PEMBENTUKAN PERSONAL
BRANDING SANDIAGA UNO SEBAGAI PEMIMPIN PUBLIK
PILKADA 2017

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana Analisis Retorika Pada Pembentukan Personal Branding Sandiaga Uno sebagai Pemimpin Publik Pilkada 2017 dalam rekaman video tayangan di Youtube yang berjudul “Orasi Sandiaga Uno Penetapan Nomer” . Berkaitan dengan hal tersebut peneliti menggunakan teori Retorika menurut Aristoteles yaitu ethos, pathos, logos untuk menganalisis retorika yang digunakan Sandiaga Uno, lalu diklasifikasikan dengan Delapan Konsep Dalam Personal Branding (The Eight Laws of Personal Branding) menurut Peter Montoya, 2002 untuk mengetahui pembentukan Personal Branding Sandiaga Uno.

BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang Masalah
    Secara terminologi. retorika dikenal dengan istilah "The art of speaking" yang artinya "seni di dalam berbicara atau bercakap". Sandiaga Uno menggunakan retorika dan teknik penyampaiannya dengan baik, Sehingga masyarakat terpengaruh dan yakin untuk memilih Anies-Sandi sebagai Gubernur DKI, karena masyarakat mengganggap mereka dapat membawa Jakarta kearah perubahan baru seperti motto yang mereka sampaikan dalam kampanye mereka yaitu “Oke Oce!”. 
   Setiap proses komunikasi politik yang berlangsung, komunikator politik harus mampu untuk menyampaikan ide-ide, pendapat, harapan, proram kerja dan bahkan kritik atas realitas sosial politik yang mengitari proses politik untuk membentuk percakapan politik di tengah masyarakat. Pesan politik yang disampaikan oleh komunikator politik komunikator dipercaya mampumempengaruhi opini publik dan membentuk personal branding komunikator politik. 

1.2 Rumusan Masalah. 
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas mengenai Pengaruh Retorika dalam pembentukkan Personal Branding dapat mempersuasi masyarakat, penulis ingin mengetahui Bagaimana Analisis Retorika Sandiaga Uno Terhadap Personal Branding Sebagai Pemimpin Publik Pemilu 2017?.

1.3 Tujuan Penelitian 
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana Analisis Retorika Pada Pembentukan Personal Branding Sandiaga Uno sebagai Pemimpin Publik Pilkada 2017 dalam mempengaruhi opini dan persepsi masyarakat.

1.4 Manfaat Peneltian 
1.4.1 Manfaat Teoritis 
Kaitkan dengan teori atau konsep dengan retorika dan elemen-elemen personal branding 
1.4.2 Manfaat Praktis. 
Dapat memberikan evaluasi bagi speaker terkait dengan Retorika dan pembentukan Personal Branding Speaker dalam berkampanye.

BAB II 
KERANGKA PEMIKIRAN 

2.1 Tinjauan Pustaka Terkait Dengan Penelitian Sebelumnya. 
2.1.1 Tabel Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai retorika dalam pembentukan personal branding telah dilakukan oleh beberapa orang. Sebelum masuk kepada tinjauan pustaka pada bab II maka perlu diketahui penelaah terhadap beberapa penelitian sebelumnya. Pada bab ini peneliti akan memaparkan lima penelitian jurnal terdahulu terkait dengan retorika. Pertama adalah penelitian dari Nicki Hardyanti dengan judul “Analisis Retorika Dalam Kampanye Pemilukada DKI Jakarta 2012” (Studi Kualitatif Analisis Retorika Jokowi – Ahok Dalam Debat Kampanye Pemilukada DKI Jakarta 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diksi retoris dalam pidato Presiden Soeharto dimaksudkan untuk membuat pembaca terpersuasi oleh penulis, sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis.

BAB III 
METODOLOGI
3.1Metodoligi Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini biasanya dilakukan oleh para peneliti dibidang sosial dan juga dibidang yang menyoroti masalah terkait dengan perilaku dan peranan manusia. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami suatu dibalik fenomena. Hal ini dikarenakan metode penelitian kualitatif mampu memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit di diungkapkan pada metode kuantitatif.

3.2 Objek Penelitian 
Objek penelitian ini berfokus dari rekaman video tayangan yang diselenggarakan di Youtube yang berjudul “Orasi Sandiaga Uno Penetapan Nomer” Di Publish oleh Dudi Iskandar 25 Oktober 2016. https://www.youtube.com/watch?v=Y1wkY0hA23s&list=LLthrv0z_y4_-- 2h10GCuwNA

BAB IV 
PEMBAHASAN 
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian.
Sandiaga Uno memulai usahanya setelah sempat menjadi seorang pengangguran ketika perusahaan yang mempekerjakannya bangkrut. Bersama rekannya, ia mendirikan sebuah perusahaan di bidang keuangan, PT Saratoga Advisor. Usaha tersebut terbukti sukses dan telah mengambil alih beberapa perusahaan lain . Pada tahun 2009, ia tercatat sebagai orang terkaya urutan ke-29 di Indonesia menurut majalah Forbes. Tahun 2011, Forbes kembali merilis daftar orang terkaya di Indonesia. Ia menduduki peringkat ke-37 dengan total kekayaan US$ 660 juta .

4.2 Hasil Penelitian 
4.2.1 Hasil Analisis Retorika 
  1.  Logos Disebut juga bukti logis. Logos menarik sisi rasional dari manusia, dan bergantung pada kemampuan pendengar dalam memproses informasi (Larson, 50 1983: 30).  Dalam bukti logis, argument memiliki struktur dalam pembentukannya. Struktur argument terbaik menjadi dua jenis, yaitu inductive argument dan deductive argument.
  2. Ethos Yang kedua merupakan ethos, atau yang dikenal sebagai sumber kredibilitas. Kredibilitas pada faktanya didapat karena individu tersebut mendapatkan hak untuk berbicara.
  3. Pathos atau bukti emosional. Mempersuasi orang secara emosional lebih cepat diterima dari pada secara logika. Emosi yang paling sering digunakan adalah rasa takut. 
4.3 Pembahasan 
Pada pembahasan ini akan membahas narasi dari video orasi Sandiaga Uno. Berikut adalah Narasi Video Orasi Sandiaga Uno, bersumber dari Youtube yang berjudul “Orasi Sandiaga Uno Penetapan Nomer” Di Publish oleh Dudi Iskandar 25 Oktober 2016. https://www.youtube.com/watch?v=Y1wkY0hA23s&list=LLthrv0z_y4_-- 2h10GCuwNA

“Dan saya ingin memberikan kesempatan kepada bang Sandi untuk meneruskan paparan silahkan..” “Terimakasih Mas Anis, Bismillahirohmanirohim bagi kami pilkada bukanlah tempat bertarung, untuk memecah belah. Pilkada adalah perayaan kebersamaan. Bagi kami pilkada bukanlah lapangan untuk saling jegal, pilkada adalah kesempatan untuk maju bersama. Karena itulah salam kami adalah salam besama, mengangkat tangan kanan setinggi bahu dengan lima jari lalu berucap dengan penuh ajakan persahabatan, salam bersama....'"

BAB V 
KESIMPULAN 
5.1 Simpulan. 
Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah bahwa Sandiaga Uno dalam Video Orasi Penetapan Nomor ini, mereka memahami dan menerapkan elemen-elemen penting dalam membangun keberhasilan sebuah retorika dan berhasil dalam membentuk personal branding pemimpin publik pada pilkada 2017. Dari penelitian yang didapat, Sandiaga Uno berhasil menerapkan aplikasi dari konsep elemen-elemen pembentukan personal branding yaitu Spesialisasi (The Law of Specialization), Kepemimpinan (The Law of Leadership), Kepribadian (The Law of Personality), Perbedaan (The Law of Distinctveness), The Law of Visibility, Kesatuan (The Law of Unity) sehingga membentuk sebuah personal branding sebagai pemimpin publik. 

5.2 Saran. 
5.2.1 Saran Akademis. 
Penelitian selanjutnya harus membahas harus menggali lebih dalam apanya lagi Saran akademik yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini yaitu perlu dikembangkan lagi pada referensi pustaka mengenai retorika dan pembentukan personal branding. 

5.2.2 Saran Praktis. 
Peneliti juga menyarankan sebaiknya adanya penambahan sumber referensi ataupun sumber teori yang berkaitan dengan Public Speaking (retorika). 

Selasa, 22 Mei 2018

TEORI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Communication Accomodation Theory
Face-Negotiation Theory
Speech Codes
Strategi Akomodasi Teori: Convergence & Divergence
Tipe Budaya:
Collectivistic & Individualistic
Kekhasan Speech Codes: Proposisi 1: Dimanapun ada Budaya yang Khas, Disana pasti ada Speech Codes yang di temukan
Perbedaan Motivasi Antara Convergence & Divergence: Teori Identitas Sosial & Orientasi Awal
Tipe Self – Construal:
Interdependent & Independen
Berbagai Macam Speech Codes:
Proposisi 2: Di Komunitas Pidato Tertentu, Berbagai Speech Codes dikerahkan
Penerimaan Evaluasi dari Convergence & Divergence: Akomodasi Objektif VS Subjektif & Teori Atribusi
Tipe Face Maintance:
Face Concern, Face Restoration & Face – Giving
Substansi Speech Codes:  Propsisi 3: Speech Codes Melibatkan Budaya yang Khas Psychology, Sociology & Rhetoric

Gaya Prediksi dalam Konflik Manajemen: Avoiding, Obliging, Compromising, Dominating, Integrating, Emotional Expression, Passive Aggressive & Third – Party Help
Interprestasi Speech Codes:
Proposisi 4:  signifikansi pembicara tergantung pada pidato yang digunakan oleh pembicara dan pendengar untuk membangun dan menafsirkan komunikasi mereka

Faktor yang  Rumit:
Power Distance & Perceived Threats
Situs Speech Codes:
Proposisi 5: istilah, aturan, dan premis dari suatu kode pidato tidak dapat dipisahkan untuk berbicara sendiri

Facework antar Budaya yang Kompeten: Knowledge, Mindfulness & Interaction Skill
Kekuatan Speech Code dalam Berdiskusi:
Proposisi 6: Penggunaan Speech Code Bersama adalah Kondisi yang Cukup untuk Memprediksi, Menjelaskan, dan Mengendalikan Wacana Tentang Kejelasan, Kehati-hatian, dan Moralitas Perilaku Komunikasi.



Minggu, 06 Mei 2018

CRITICAL THEORY OF COMMUNICATION IN ORGANIZATION of Stanley Deetz

Di teori ini Stanley Deetz seoraang profesor di Universitas Colorado membuka kedok para perusahaan yang mengatas namakan "bisnis yang baik". Tapi tidak seperti teori kritis yang lainnya, Deetz bukan hanya meng-eksplisit tentang apa yang dia lawan, dia juga menjelaskan tentang apa yang dia lakukan. Dia menyebutnya "partisipasi stakeholder". Dia percaya bahwa semua orang yang secara signifikan akan berefek dari sebuah perusahaan harus mempunyai suara dalam proses pengambilan keputusan. 

CORPORATE KOLONIALISASI DAN KONTROL KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Corporate kolonisasi adalah gangguan perusahaan modern dalam setiap area di luar tempat kerja. Secara spesifik Deetz ingin menguji praktik komunikasi dalam organisasi yang merusak semua pengambilan keputusan sehingga mengurangi kualitas, inovasi, dan keputusan bisnis.

INFORMASI ATAU KOMUNIKASI: TRANSMISI ATAU MEMBANGUN MAKNA
Deetz memulai analisisnya dengan menantang pandangannya bahwa komunikasi adalah sebuah transmisi dalam informasi. Meskipun mayoritas komunikasi manusia sekarang mengabaikan source pesan channel receiver konsep komunikasi, saluran model masih di terima dalam organisasi dan di kehidupan sehari-hari. Information model adalah pandangan bahwa komunikasi hanya sebuah saluran transmisi dalam informasi tentang dunia yang sebenarnya. Sedangkan Communication model adalah pandangan bahwa, bahasa adalah medi utama yang dimana realitas sosial di ciptakan dan di pertahankan. 

Di gambar 21-1 menunjukan proses keputusan perusahaan secara sistematis mengeluarkan suara orang-orang secara langsung yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Setengah bagian bawah di gambar proses pengambilan yang mengundang dialog terbuka antara semua stakeholders. Deetz menyebutnya praktik codeterminationCodetermination adalah kolaborasi mengambil keputusan demokrasi partisipatif di tempat kerja. Di gambar 21-1 menghasilkan empat cara yang berbeda di mana keputusan publik termasuk corporate yang dapat di buat: strategi, persetujuan, keterlibatan dan partisipasi. Analisis Deetz dalam empat corporate praktik ini memberikan inti kritiknya tentang managerialism. 

STRATEGI: TINDAKAN MANAJERIAL YANG JELAS UNTUK MEMPERLUAS KONTROL
Deetz menggambarkan managerialism sebagai wacana berdasarkan "semacam logika sistematis, seperangkat praktik rutin dan ideologi" bahwa nilai mengendalikan semua masalah lainnya. Deetz berfikir bahwa itu terlihat singkat karena mengalihkan perhatian dari sistem manajerial yang gagal berdasarkan kontrol.

CONSENT ATAU PERSETUJUAN: TANPA DISADARI UNTUK MENGUBAH KONTROL
Deetz percaya dalam kapilatisme, tetapi dia yakin bahwa perusahaan tidak masuk akal. Melalui proses Deetz menyebut consent, sebagian besar karyawan rela memberikan kesetiaan tanpa mendapatkan banyak imbalan. Consent adalah proses di mana karyawan secara aktif, meskipun tidak sadar mencapai kepentingan manajerial dalam usaha yang gagal untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Manajerialisme mendukung pekerja tanpa disadari melewati proses systematicly distorted communication. Systematicly distorted communication adalah beroperasi di luar kesadaran karyawan, suatu bentuk wacana yang membatasi apa yang dapat dikatakan atau bahkan dipertimbangkan. Proses yang satu ini, Deetz menyebutnya discursive closure, terjadi dalam berbagai cara. Discursive closure adalah penekanan konflik tanpa karyawan sadari bahwa mereka terlibat dalam penyensoran mereka sendiri. 

INVOLVEMENT ATAU KETERLIBATAN: UNGKAPAN GAGASAN TAPI TANPA SUARA 
Keterlibatan karyawan dalam pilihan perusahaan berawal dari kotak saran yang di pasang pada dinding. Deetz mengklaim bahwa demokrasi Jeffersonian pada abad ke-18 liberal berdasarkan tiga gagasan tentang komunikasi: 
1.    Terjaminnya kebebasan bicara secara adil bagi yang membuat suatu keputusan.
2.    Persuasi dan pembelaan adalah cara terbaik untuk mencapai suatu keputusan yang baik.
3.    Individu otonom bisa menentukan pilihan mereka sendiri
Deetz berkata mungkin saja ketika semua stakeholders menyadari bahwa, komunikasi mereka menciptakan realitas daripada hanya menggambarkannya. 

PARTISIPASI: DEMOKRASI STAKEHOLDER ATAU PEMEGANG SAHAM BERAKSI
Dreetz yakin bahwa "Partisipasi demokratis berarti menciptakan warga negara yang lebih baik dan pilihan sosial yang lebih baik, dan memberikan manfaat ekonomi yang penting". Tujuan dari teori ini adalah merebut kembali kemungkinan kekuasaan terbuka. Dreetz menyebutnya stakeholder democracy. Setidaknya ia melihat enam kelompok stakeholder dengan banyak kebutuhan dan keinginan.
1.    Investors mencari keamanan pokok dan pengembalian yang layak atas investasi mereka
2.    Workers mencari upah yang layak, kondisi kerja yang aman, sebuah kesempatan untuk bangga untuk pekerjaan mereka, perlindungan karyawan, dan waktu untuk keluarga.
3.    Consumers mencari barang berkualitas bagus dan pelayanan dengan harga yang wajar.
4.    Suppliers mencari mencari sumber daya mereka dengan pembayaran tepat waktu pada saat pengiriman.
5.    Host communities mencari pembayaran untuk layanan yang menyediakan, pekerjaan yang stabil, perawatan, dan kualitas keluarga dan kehidupan publik meningkat daripada berkurang.
6.    Greater society and the world community mencari peduli lingkungan, ekonomis, sopan, dan perlakuan adil terhadap semua kelompok (ras, etnis, jenis kelamin)

POLITICALLY ATTENTIVE RELATIONAL CONSTRUCTIONISM (PARC)
PARC model adalah konstruktifisme relasional politis penuh perhatian pandangan kolaboratif komunikasi yang berbasis di konflik stakeholder. Dreetz berpendapat teori ini juga bisa berfungsi sebagai teori nizasional atau kritis.

Relational Constructionism (Konstruktivisme Relasional)
Dreetz berpendapat bahwa sebagian besar teori organisasi didasarkan pada beberapa bentuk konstruksi sosial. ia membuat peralihan ini untuk memberi isyarat bahwa ia berbeda dari orang-orang yang berpikir bahwa mereka sedang melihat budaya yang sudah terukir di batu atau sebaliknya mereka yang berpikir bahwa mereka sedang menulis "a blank slate". 
1.    Pemegang saham memiliki ketertarikan yang berbeda, tidak memiliki posisi
2.    Pemegang saham kurang lebih mempunyai level yang sama dalam skil berkomunikasi.
3.    Mengesampingkan hubungan otoritas dan posisi kekuasaan.
4.    Semua pemegang saham mempunyai sebuah kesempatan yang sama untuk mengekspresikan diri mereka.
5.    Pemegang saham ingin membuka untuk menentukan ketertarikannya.
6.    Partisipan secara transparan membagi informasi dan membagi bagai mana mereka membuat suatu keputusan.
7.    Fakta dan pengetahuan ditinjau kembali untuk melihat bagaimana mereka membangunnya.
8.    Fokus pada hasil dan ketertarikan dibanding tawar menawar pada saingan.
9.    Pemegang saham bergabung membuat keputusan dibanding hanya memiliki "perkataan mereka"

Politically Attentive (Perhatian Politik)
Deetz menggunakan "politik" untuk merujuk kehadiran dinamika kekuasaan dalam hubungan. PARC mengusulkan 6 yang hampir selalu bermasalah:
1.    Inner life: perasaan yang ada dan mungkin? praktik organisasi apa yang diperlukan agar perasaan itu muncul?
2.    Identity and recognition: siapa yang terlibat? diberikan identitas, apa yang benar dan tanggung jawab yang mereka lakukan?
3.    Social order: tingkah laku apa, tindakan, cara bicara yang benar? norma dan aturan apa yang mendukung?
4.    Truth: apa yang dipikirkan anggota benar? bagaimana cara mereka mendukung klaim? proses bagaimana menyelesaikan pandangan yang berbeda?
5.    Life narratives: bagaimana cara dunia bekerja untuk mereka? seperti apakah masa depan yang baik dan indah?
6.    Justice: apa itu adil? bagaimana seharusnya membatasi barang dan jasa didistribusikan?   

Sabtu, 05 Mei 2018

CULTURAL APPROACH TO ORGANIZATIONS Of Clifford Greetz & Michael Pacanowsky


KULTUR ADALAH SEBAGAI METAFORA DI ORGANISASI KEHIDUPAN
Setiap organisasi memiliki cara pandangnya sendiri, tergantung bagaimana orang-orang didalamnya mengartikannya. Contoh, ada dua perusahaan memiliki barang yang sama untuk dijual. Perusahaan A lebih mementingkan kualitas produknya dan dijual sedikit lebih mahal sedangkan perusahaan B lebih mementingkan harga murah tetapi produk yang di jualnya kurang berkualitas.

APA ITU KULTUR; APA YANG BUKAN MERUPAKAN KULTUR
Greetz mengakui bahwa konsep kultur sebagai sistem berbagi makna yang agak samar dan susah untuk dipahami. Greetz menggaris bawahi  bahwa masyarakat yang dekat memiliki subkultur dan kontra kultur dalam batasan mereka. Culture performance adalah sebuah tindakan yang dimana para anggota membentuk dan mengungkapkan kultur mereka kepada orang lain.

THICK DESCRIPTION: APA YANG DILAKUKAN ETHNOGRAFER
Greetz menyebut dirinya sebagai seorang ethnografer. Tugasnya adalah memilah-milah makna simbolis dari tindakan orang-orang di dalam kultur mereka. Ethnografer adalah memetakan percakapan sosial; mengetahui cara berpikir mereka, apa yang akan mereka lakukan dan mencari tahu tujuan yang akan mereka lakukan ke depannya. Sedangkan thick description adalah sebuah rekaman dari lapisan yang saling terkait, mendasari apa yang di katakan dan di lakukan oleh orang-orang tertentu. Setelah Greetz mempopulerkan konsep tersebut, sebagian besar etnografer menyadari tugas mereka untuk:
1.    Mendeskripsikan pembicaraan secara akurat dan konteks tindakan dimana mereka akan terjadi.
2.    Menangkap pikiran, emosi, dan berinteraksi di jaringan sosial.
3.    Memberikan motivasi, niat, dan tujuan untuk apa yang orang katakan dan orang lakukan.
4.    Menulis dengan benar, supaya pembaca bisa merasakan apa yang terjadi.
5.    Menginterprestasikan apa yang terjadi dan jelaskan makna di dalam kultur tersebut.

METAFORA: MENGANGGAP SERIUS SEBUAH BAHASA
Metafora dapat memberikan ethnografer tempat awal untuk mengakses makna dari sebuah perusahaan. Metafora menjelaskan apa yang tidak diketahui atau membingungkan dengan menyamakannya dengan gambar yang lebih familiar.

INTERPRESTASI SIMBOLIK DARI SEBUAH CERITA
Pacanowsky menyarankan 3 jenis naratif yang mendramatisir organisasi kehidupan. Corporate stories adalah mengangkat cerita ideologi dan memperkuat kebijakan perusahaan. Contoh, setiap cabang McDonalds mendengar tentang Ray Kroc, ketika ia sebagai ketua, ia mengambil sampah dari parkiran lalu ia memasuki toko. Personal stories adalah cerita yang di ceritakan oleh seorang karyawan yang di tempatkan 'didalam cahaya yang menguntungkan'. Contohnya, jika kamu melihat tayangan ulang dari kantor NBC, kamu akan menyaksikan interview Dwight Schrute dengan kru kamera, selama wawancara ini, ia membicarakan tentang keunggulan sebagai pekerja karyawan dan bagaimana ia berhak menghormati yang lain di perusahaan kertas milik Dunder Mifflin. Collegial stories adalah positif atau negatif anekdot tentang organisasi lain; menggambarkan bagaimana hal-hal "yang benar-benar bekerja". Contoh, ketika kru kamera mewawancarai Dwight rekan kerjanya Jim dan Pam, kita mendengar cerita keanehan eksentrisitas Dwight dan kurangnya kesadaran sosial. cerita ini menggambarkan Dwight adalah seseorang yang tidak bisa serius.

RITUAL: INI SELALU SEPERTI ITU DAN SELALU SEPERTI ITU
Greetz menulisakan tentang adat orang Bali yaitu adu ayam karena kontesnya menunjukan lebih dari game. Pacanowsky setuju dengan Greetz bahwa beberapa ritual (seperti adu ayam di Bali) adalah "pesan" dalam kehidupan kultural.    

DAPATKAH SEORANG MANAJER MENJADI SEORANG AGEN DARI PERUBAHAN KULTURAL?
Simbol adalah alat untuk para manajemen. Jika mereka percaya bahwa kultur adalah kunci untuk komitmen pekerja, produktifitas, dan penjualan, kemungkinan merubah kultur menjadi ide yang menggoda. Menciptakan yang menguntungkan metafora, merencanakan cerita organisasi, dan membangun ritual cara yang ideal untuk membuat mitos perusahaan yang akan membuatnya menarik.